01 April 2010
Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jadikan Industri Perbenihan Kentang Sebagai Agribisnis Akankah Mendongkrak PAD
Oleh : Deni Permana
Wartawan Biro Garut
Pembangunan agribisnis memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Selain merupakan sektor ekonomi utama dalam pembangunan ekonomi daerah, pembangunan agribisnis juga merupakan cara mendayagunakan keungulan komparatif yang kita miliki sebagai negara agraris menjadi keunggulan kompetitif. Dalam agribisnis modern, industri perbenihan/pembibitan memegang peranan yang sangat penting.
Di negara – negara yang maju agribisnisnya, antara lain dicirikan dengan pesatnya perkembangan industri perbenihan. Bahkan benih/bibit merupakan salah satu ekspor yang penting bagi negara maju. Hampir semua benih/bibit unggul yang dewasa ini digunakan di negara – negara berkembang termasuk Indonesia berasal dari negara – negara maju. Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif sebagai negara agribisnis, sampai saat ini belum memiliki industri perbenihan yang mampu mendukung perkembangan agribisnis secara keseluruhan. Penyediaan benih/bibit komoditas agribisnis di Indonesia baik kelompok hortikultura maupun yang lainnya masih memprihatinkan. Kebutuhan benih/bibit petani masih bersumber dari produksi sebelumnya secara turun-temurun.
Cara penyediaan benih/bibit yang demikian kemungkinan inbreeding yang dapat menurunkan produktivitas sering terjadi. Memang beberapa benih/bibit tersedia di pasaran namun pada umumnya berasal dari impor yang kadang secara kesesuaian agroklimat belum tentu cocok dengan negara kita. Agribisnis yang berorientasi pasar, haruslah mampu menghasilkan produk – produk yang mengandung apa yang diinginkan oleh konsumen. Pada satu mata rantai agribisnis, masing – masing rantai memberikan kontribusi pembentukan image produks akhir.
Namun diantara mata rantai yang ada, industri perbenihan merupakan mata rantai yang terpenting dalam pembentukan image produk agribisnis secara keseluruhan. Image dasar dari produk agribisnis seperti nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan nilai (ukuran,penampakan, rasa, aroma dan lainnya) ditentukan oleh industri perbenihan. Dengan perkataan lain, industri perbenihan merupakan mata rantai yang sangat menentukan dalam penentuan kualitas suatu produk agribisnis maupun sifat ekonomis dalam menghasilkannya. Kemampuan agribisnis dalam merespon setiap perubahan pasar secara efisien, banyak tergantung pada industri perbenihan.
Karena itu, tidak mungkin agribisnis mengalami modernisasi tanpa didukung oleh kemampuan yang kuat dakam industri perbenihan. selanjutnya Hal senada dikatakan Ir. Benny Yoga G,MP. selaku Kabid Produksi Holtikultura Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Garut mengatakan bahwa Kabupaten Garut mempunyai lokasi yang strategis sebagai wilayah pengembangan sayuran. Dalam setahun mengalami dua kali pergantian musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
Keadaan tofografinya mempunyai variasi yang cukup besar menyebabkan wilayah tertentu banyak dipengaruhi iklim lokal. Misal di daerah Cikajang, Cigedug, Cisurupan dan Bayongbong. Pada lokasi ini sering memungkinkan terjadi hujan konveksi dan hujan orografik, sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam komoditi sayuran sepanjang tahun karena letak lokasi sentra kentang di Kabupaten Garut dengan ibukota propinsi Jawa Barat ± 90 – 100 Km. Kondisi agroklimat dan spesifikasi lahan sangat mendukung untuk budidaya tanaman seperti tanaman palawija dan sayuran dataran tinggi. Salah satu komoditas hortikultura yang dihasilkan di Kabupaten Garut adalah kentang.
Komoditas ini banyak diusahakan di daerah dataran tinggi.Sarana dan infrastruktur yang ada di Kabupaten Garut menuju daerah sentra kentang seperti jalan (jalan kabupaten dan jalan desa) sudah cukup mendukung dan terjangkau, tetapi kondisinya kurang baik. Sarana komunikasi (telepon) yang ada sebagian sudah baik ditunjang juga oleh sarana komunikasi handphone yang sudah masuk sampai ke desa – desa. Sarana irigasi belum ada atau kurang memadai.
Sebagai suatu gambaran di bawah ini kami sampaikan perkembangan kentang di Kabupaten Garut selama 5 tahun terakhir ini memperlihatkan bahwa luas tanam kentang di Kabupaten Garut selama lima tahun terakhir rata – rata tidak kurang dari 5.000 ha, kalau dihitung kebutuhan benih apabila per ha membutuhkan 1,5 ton benih berarti kebutuhan benih kita tiap tahun 7.500 ton benih kentang kelas benih sebar (G-4). Jika kita konversikan dengan harga standar benih yang berlaku untuk kelas benih sebar (G-4) di tingkat lapang sebesar Rp. 8.000,- saja artinya guliran uang yang berputar di sektor perbenihan kentang sebesar Rp. 60 milyar per tahun.
Suatu angka yang cukup menarik untuk dikelola dengan baik oleh pemerintah dalam mendukung dan mengakselarasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang pada akhirnya bisa dikembalikan pada masyarakat dalam bentuk pembangunan, selain tentu saja dapat menyerap tenaga kerja, membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan nilai tambah produk bagi petani bisa kita dilihat bahwa produktivitas kentang di Kabupaten Garut selama lima tahun terakhir ini tidak jauh dari kisaran 20 – 23 ton/ha padahal dari deskripsi yang ada potensi provitas kentang ini bisa mencapai 30 ton/ha. Potensi provitas maksimal ini bisa dicapai diantaranya apabila petani di tingkat lapang sudah memakai benih yang bersertifikat, dan kita akui belum semua petani kentang di Kabupaten Garut ini bisa menikmati benih kentang yang bersertifikat. Pemakaian benih bersertifikat rata – rata baru mencapai 4,5 % sedangkan sisanya masih menggunakan benih hasil penyisihan dari hasil panennya sendiri ataupun dari sumber benih yang tidak diketahui asal – usulnya.
Hal ini karena memang ketersediaan benih tersebut sangat terbatas dan kalau adapun kadang – kadang fluktuasi harga benih di tingkat lapang kurang terjangkau dan kurang ekonomis menurut pandangan petani. Selama ini pengembangan industri perbenihan masih sangat tertinggal dibandingkan dengan usaha budidaya itu sendiri. Memang selama ini pemerintah selalu berupaya untuk mengembangkan industri perbenihan, namun masih terbatas pada beberapa komoditas utama saja seperti padi, kacang kedele dan beberapa tanaman perkebunan. Baru beberapa waktu belakangan ini mulai muncul usaha pembibitan swasta yang dibangun oleh beberapa kelompok perintis seperti pada kentang, meskipun masih terbatas pada mereproduksi bibit/benih yang ada dan belum memiliki struktur industri pembibitan modern. Untuk membangun industri perbenihan yang demikian, diperlukan suatu rencana strategi yang tepat.
Meskipun untuk awalnya kualitas benih/bibit komersial yang dihasilkan oleh kelompok/petani penangkar belum memiliki kualitas yang diharapkan tidak menjadi masalah yang penting secara bertahap terus diperbaiki sehingga pada waktunya akan menjadi salah satu industri perbenihan modern. Dalam proses awal Pemerintah Daerah bisa memulainya dari komoditas unggulan daerahnya masing – masing. Melihat potensi komoditas unggulan daerah di Kabupaten Garut baik dari keunggulan komparatif (comparative advantage) maupun keunggulan kompetetitif (competitive advantage) diantaranya adalah kentang, berangkat dari pemikiran inilah kiranya komoditas kentang bisa dijadikan starting point bagi pembangunan industri perbenihan di Kabupaten Garut.
Dengan gambaran umum tersebut di atas sektor perbenihan ini memberikan prosfek yang sangat cerah dalam membantu pemerintah daerah untuk terus mengembangkan dan menggali potensi lokal yang ada ke arah yang lebih profesional. Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang kuat karena hal ini akan berhubungan dengan kebijakan anggaran dalam rangka pendukungan program secara simultan ke depan. Harus juga diperhatikan bagi pihak swasta/investor untuk diberikan insentif baik berupa kemudahan ijin maupun keringanan pajak untuk bisa lebih mempercepat terwujudnya industri perbenihan modern. selanjutnya Khusus untuk industri pembibitan kentang secara modern dan mandiri yang perlu dikembangkan ke depan adalah memiliki jenjang (struktur) perbenihan yang lengkap yakni industri perbenihan planlet, Go, G-1, G-2, G-3 sampai ke G4 sebagai bibit siap sebar ke petani. Masing – masing jenjang (struktur) benih tersebut memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri, sehingga pada jenjang benih komersial atau benih kelas G-4 seluruh keunggulan ekonomis yang dimiliki jenjang benih di atasnya dapat dikumpulkan.
Apabila dilihat dari aspek ekonomi, rancangan pengembangan industri perbenihan kentang di Kabupaten Garut sangat memberikan prosfek yang cukup menjanjikan untuk bisa menunjang tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke depan. Beberapa pola kemitraan yang sudah dijalankan di tingkat lapang melalui asosisasi petani penangkar dengan anggotanya memperlihatkan perkembangan yang cukup bagus, baik dari sisi teknis maupun ekonomis. Hal ini bisa dilihat dari makin banyaknya anggota yang berminat untuk bergabung dengan usaha ini. Pola kemitraan ini ke depannya bisa dikembangkan antara asosiasi petani penangkar investor swasta dengan pemerintah daerah, selanjutnya yang harus jadi pertimbangan bersama adalah mekanisme antara pihak – pihak yang bekerjasama.
Namun demikian salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan penangkaran benih kentang terutama untuk kelas benih sebar (G-4) di tingkat lapang adalah ketersediaan lahan yang memadai. Sebagaimana disampaikan dalam buku Petunjuk Sertifikasi Benih Kentang yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jawa Barat tentang persyaratan areal tanaman terutama poin ke dua yaitu Areal penakaran, sebelumnya tidak ditanami solanace seperti cabe, terung, kentang, tomat, tembakau dan sebagainya paling tidak 3 musim artinya lahan bekas penangkaran sebelumnya tidak bisa dipakai lagi untuk kegiatan penangkaran berikutnya sebelum minimal 1 tahun dikosongkan dan ditanami di luar jenis solanace.
Sementara di pihak lain kegiatan penanaman penangkaran ini harus secara simultan dilaksanakan sehingga pemenuhan kebutuhan benih di tingkat lapang bisa terus terpenuhi. Kondisi permasalahan lahan tersebut kontradiktif dengan kondisi faktual dilapangan, sementara petani penangkar kesulitan lahan untuk pengembangan kegiatan penangkaran di lain pihak ada potensi lahan milik propinsi Jawa Barat di Kabupaten Garut yang kurang produktif dan tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya. Lahan yang dimaksud adalah lahan milik PD. Agribisnis dan Pertambangan (PDAP) seluas ± 2.400 ha. Mungkin potensi lahan ini bisa dijadikan peluang bagi Kabupaten Garut untuk menjajagi kerjasama yang saling menguntungkan antar berbagai pihak yang terlibat. Mudah – mudahan harapan ini bisa terwujud sehingga pada akhirnya bisa memberikan nilai manfaat bagi masyarakat petani garut pada khususnya. Tandasnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar