seperti Mitra Desa, Galura, Pikiran Rakyat, Bisnis Indonesia,
Media Indonesia, Suara Pembaruan, Peluang, Kapital, Harian
Terbit, Pos Film, Harian Waspada, Minggu Pagi, HU Jayakarta,
Swadesi, Buana Minggu, Mandala, Gala, Mangle, Bandung Pos,
Panasea, Kartini, Amanah, Pertiwi, Senang, Seru dan lain-lainnya.
Pada masa Orde Baru itu, ia hanyalah sebagai wartawan "freelance" lepas. Karena saat itu, untuk menjadi wartawan sebuah
Namun menurut istri dari Nina Nurlina ini, pada masa Orde Baru dulu, profesi wartawan itu menjadi kebanggaan tersendiri karena berwibawa dan disegani. Apalagi yang menyandang sebagai wartawan freelance karena dapat memasukkan berita ke berbagai media .
Pada era Reformasi, ia masuk ke berbagai media di antaranya
Mingguan Nuansa, Patroli, Jabar Pos, Gema, Redaktur Persada,
Koresponden HU Priangan (Pikiran Rakyat Grup), Kepala Biro Buser Trans, Perintis sekaligus Redaktur Pelaksana NUANSA Post dan Pemimpin
Redaksi BERITA.Com serta kini menjadi Reporter Harian Online Kabar Indonesia (HOKI) yang markasnya di Belanda. .
Selama 22 tahun menjadi wartawan (1987-2009), terutama
saat menjadi wartawan freelance, ternyata banyak suka dukanya. Walau profesi wartawan -- bila dari sisi materi -- rasanya sulit
untuk bisa menjadi kaya, kecuali kaya relasi/ rekan dan ilmu.
Kini ia memiliki beberapa anak buah yang memiliki karakter berbeda dan beberapa wartawan yang sulit diatur. Tapi itulah wartawan di era Reformasi, terutama rekan-rekan wartawan yang kurang memahami dan memaknai arti profesi wartawan yang sesungguhnya. .
Sejak awal, ayah dari Lukman Nugraha dan Irenia Sakinah ini memang ingin menjadi wartawan sejati yang beretika dan bermoral, professional, santun, disegani, menjunjungi tinggi kode etik, serta dapat menolong sesama umat, juga berkarya dan terus berkarya. .
Menurutnya, seorang wartawan harus selalu belajar dan belajar dalam setiap kesempatan. Dalam kamus wartawan sejati, tidak ada istilah malas untuk belajar karena profesi wartawan itu harus pintar dibanding narasumber/ orang yang diwawancarai, terutama dalam hal penulisan berita. Jadi, lucu bila ada yang mengaku wartawan tetapi tidak bisa menulis berita. Namun kenyataan sekarang, jangankan bisa 'menulis' berita, mewawancarai (apalagi pejabat) saja bingung karena tidak menguasai 'materi' atau bahan untuk wawancara dan umumnya mereka malas belajar. .
Lucunya lagi, wartawan 'uka-uka' begitu bangga dengan KTA yang dimiliknya dan digantungkan di saku bajunya. Lantas, perilakunya ala preman, misalnya melakukan pemerasan atau memburu amplop. Namun ia yakin 1000% bahwa rekan-rekan Pewarta HOKI adalah Pewarta sejati, pilihan, professional, berdedikasi tinggi, tanpa pamrih Semoga! .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar